1. Panji (Menggambarkan kesucian manusia yang baru lahir)
Kedoknya berwarna putih. Matanya liyep, pandangannya merunduk dan senyumnya dikulum. Raut wajahnya (wanda) menunjukan seorang yang alim, tuturkatanya lemah-lembut dan gerakannya halus. Dalam topeng Cirebon kedok ini ditarikan dalam karakter alusan (halus) seperti halnya tokoh Arjuna dalam cerita wayang. Tariannya menggambarkan seseorang yang berbudi luhur, penuh kesabaran dan tahan atas segala godaan. Ini tercermin dari iringannya (musik) yang bertolak belakang (kontras) dengan tariannya. Tari topeng Panji adalah tarian paradoks.
Menurut Endo Suanda, inilah tarian paling halus dengan langkah-langkah minimalis lebih banyak yang menampilkan gerak “diam yang dinamis”. Teknik gerakan jauh dari spektakuler, nyaris monoton dan “kurang menarik” bagi penonton awam. Meskipun demikian, tarian ini justru yang paling sukar ditarikan, karena diperlukan disiplin keras, penahanan diri, memakan tenaga, sangat serius, dan amat tertib sejak awal. Meskipun tarian ini merupakan tarian pertama, justru tarian ini dipelajari oleh para penarinya dalam tahap-tahap akhir, karena persyaratan tariannya yang demikian ketat. Bagian-bagian gerak tari Panji ini akan diulang dalam keempat tarian yang kemudian menyusul. Lagu yang mengiringinya disebut Kembang Sungsang, merupakan lagu terpanjang dan tersulit dimainkan. Iringan lagu ini sering tampil kontras dengan gerak tariannya. Irama cepat dan bunyi keras, disambut gerak tari yang amat minim, bahkan hampir tanpa gerak.
Makna dibalik Tari Topeng Panji.
Tarian Panji sebagai pahlawan budaya Jawa ini, memakai topeng atau kedok. Ini merupakan kesatuan dua konsep religi lama dan Hindu. Topeng Panji merupaklan symbol kehadiran roh raja atau dewa yang menjelma dalam diri raja, yang sesuai dengan mitos Panji yang selalu nyamar selama pengembaraan mencarai kekasihnya. Begitu pula dengan Candrakirana juga menyamar. “Samaran” ini adalah kedok atau topeng yang menyembunyikan identitas dirinya. Mereka kadang sudah bertemu, tetapi karena menyamar, maka keduanya tidak saling mengenal. Bahkan keduanya saling berperang (pasangan oposisi). Seperti matahari, dan bulan, siang dan malam, sulit untuk bertemu. Tetapi akhirnya matahari dan bulan ini bertemu juga, kawin dalam harmoni sempurna, yakni pada waktu terang bulan. Dalam terang bulan, dunia terang benderang seperti siang, tetapi bukan siang. Kenyataannya, terang bulan adalah perkawinan semesta purba. Dan peristiwa ini, dalam bahasa masyarakat kerajaan Majapahit, adalah peristiwa perkawinan panji dan Candrakirana.
Tarian topeng Panji adalah tarian untuk menghadirkan kekuatan-kekuatan semesta yang paradoksal. Dengan tarian ini, maka asas-asas paradoks semesta, kelaki-lakian dan keperempuanan, dihadirkan. Dewa pencipta itu sendiri dihadirkan lewat mitos dan lambang Panji. Panji adalah paradoks itu sendiri. Ia bersifat laki-laki dan bersifat perempuan, ia matahari dan ia bulan, ia siang dan malam, ia langit dan tanah, ia kasar dan halus, ia nampak dan tidak nampak, ia hidup dan kematian, ia masa lampau dan masa mendatang. Waktu dan ruang paradoks ada dalam diri Dewa ini.
Tari topeng panji
Tari topeng ini berkarakter halus. Ditampilkan pada kesempatan pertama. Menurut mereka, Panji berasal dari kata siji (satu, atau pertama), mapan sing siji (percaya kepada Yang Satu). Gerak tarinya senantiasa kecil dan lembut, minimalis dan lebih banyak diam. Kata Mutinah (dalang topeng asal Gegesik, Cirebon), menarikan topeng Panji itu kaya wong urip tapi mati, mati tapi urip. Ungkapan tersebut adalah untuk menjelaskan, bahwa topeng Panji itu memang tidak banyak gerak, seperti orang yang mati tapi hidup, hidup tapi mati.
Koreografinya lebih banyak diam, dan inilah sebagai salah satu hal yang menyebabkan tari ini kurang disukai oleh penonton, terutama penonton awam. Tari ini diiringi oleh beberapa lagu yang terangkai menjadi satu struktur musik yang panjang dan sulit. Lagu pokoknya disebut Kembang Sungsang yang dilanjutkan dengan lagu lontang gede, oet-oetan, dan pamindo deder.
Bagi kebanyakan dalang topeng Cirebon, topeng Panji menggambarkan manusia yang baru lahir. Gerakan tarinya senantiasa kecil, lembut, dan halus, minimalis, dan lebih banyak diam. Tarian ini digambarkan pula sebagai nafsu mutmainah, nafsu yang bersifat membimbing dan menyucikan serta menuntun salik.
Jika melihat teksnya, tari topeng Panji mengandung unsur kontras atau paradoks, karena antara gerak dan musiknya berlawanan. Geraknya halus atau lembut, tetapi musiknya keras. Kekontrasan itu digambarkan sebagai seorang yang sudah mampu mengendalikan hawa nafsu dan tidak mudah tergoda oleh segala yang bersifat keduniawian. Ia adalah gambaran manusia marifat, manusia insan kamil, yang tindak-tanduknya tidak akan goyah sedikit pun ketika menghadapi berbagai macam cobaan. Dia tetap tenang dan tawakal. Manusia marifat selalu sadar, bahwa usik-malik serta nafasnya semua tergantung Allah. Pasrah dan ikhlas adalah ciri kehidupan orang tingkat marifat. Sedangkan unsur paradoks sebagai gambaran Dewa Syiwa yang di dalam agama Hindu diyakini sebagai dewa pencipta dan sekaligus juga pemusnah.
Pada zaman kerajaan Majapahit, tari topeng Panji adalah tarian untuk menghadirkan kekuatan-kekuatan semesta yang paradoksal. Dengan tarian ini, maka asas-asas paradoks semesta, kelaki-lakian dan keperempuanan, dihadirkan. Dewa pencipta itu sendiri dihadirkan lewat mitos dan lambang Panji. Panji adalah paradoks itu sendiri. Ia bersifat laki-laki dan perempuan, ia matahari dan bulan, ia siang dan malam, ia hidup dan mati. Waktu dan ruang paradoks ada dalam diri dewa ini.
Samba atau Pamindo (Melambangkan kelincahan manusia dimasa kanak-kanak)
Samba berasal dari kata sambang atau saban yang artinya setiap.Maknanya bahwa setiap waktu kita di wajibkan menjalnkan perintah-Nya .Di duakalikan (di pindoni ) , maknanya bahwa di samping mengerjakan perintahnya kita jugaperlu mengerjakn hal-hal yang sunah.
Makna topeng Samba atau Pamindo
Samba / Pamindho menggambarkan birahi ,karena setelah memilikisesuatu yang di inginkan kepada orang lain selalu ingin mempertunjukan apa yang telah dimilikinya ,bahwa hal itu menjadi pula sebagian kepentingan orang lain tari topeng samba adalah jenis tarian yang menggambarkan sifat manusia yang masih anak anak penuh kebahagian dan kelincahan.dalam gerakan tarianya sangat luwes,serta lucu, samba juga bersaal kata dari saban yang artinya bahwa setiap tindakan harus melaksanakany perintahNYA dan mennjauhi larangaaNYA.
Tari topeng samba atau pamindo
Kata Pamindo, di kalangan seniman topeng Cirebon, berasal dari kata pindo, artinya kedua. Kata pindo, umumnya sangat berkaitan dengan urutan penyajian topeng Cirebon itu sendiri, yang artinya juga sama dengan penyajian tari bagian (babak) kedua. Akan tetapi, khusus untuk topeng gaya Losari, tarian tersebut justru ditarikan pada bagian pertama dan digambarkan sebagai tokoh Panji Sutrawinangun. Dalam gaya topeng Losari memang tidak dikenal adanya tari topeng Panji secara khusus, karena topeng Panji ditarikan dalam topeng lakonan.
Karakter tari topeng tersebut adalah genit atau ganjen (bhs. Jw. Cirebon), sama dengan karakter tokoh Samba dalam cerita wayang Purwa. Oleh sebab itu, tari ini juga sering disebut dengan topeng Samba. Gerakannya gesit dan menggambarkan seseorang yang tengah beranjak dewasa, periang, dan penuh suka cita. Itulah sebabnya, mengapa gerakan tari topeng ini seperti kesusu (terburu-buru), mirip dengan perilaku dan kehidupan seorang anak muda.
Dalam pertunjukan topeng gaya topeng Menor dari daerah Jati, Cipunagara, Subang, topeng Pamindo dibagi menjadi dua bagian, yakni Pamindo (kedok berwarna putih) dan Samba Abang (kedok berwarna merah). Gaya penampilan seperti ini juga dimiliki oleh dalang topeng Rasinah dari Pekandangan dan Carpan dari Cibereng, Indramayu. Di daerah lainnya, penampilan seperti tersebut tidak ditemukan. Nama lagu pengiringnya sama dengan nama tarinya, yakni pamindo. Di Slangit, nama lagu pengiring tari ini disebut Singa Kawung.
Rumyang (Menggambarkan kehidupan seorang remaja pada masa akil baligh)
Kedok topeng Rumyang sewanda dengan Pamindo, namun tanpa hiasan rambut. Seperti juga kedok Pamindo, di tengah-tengah dahinya terdapat hiasan rerengu atau rengu batuk mimi, yang disambung dengan hiasan pilis yang melingkar di kedua sisi pipi sampai ke bagian pipi bawah.
Warna kedoknya merah jambu, namun ada juga yang berwarna coklat muda. Karakter kedoknya sama dengan kedok Pamindo, yakni genit, lincah, atau ganjen. Jika disejajarkan dengan karakter tokoh wayang (golek atau kulit), kedok ini sama dengan Dipatikarna.
Raut wajahnya membersitkan keceriaan, dan hal ini dapat dilihat dari bentuk mulutnya yang senantiasa menyiratkan seseorang dengan senyuman manisnya. Dalam struktur pertunjukan topeng Cirebon, kedok ini ditarikan pada bagian ketiga sebagai kelanjutan dari topeng Pamindo, namun ada pula yang ditarikan paling akhir. Tari topeng Rumyang berasal dari kata ramyang-ramyang yang artinya mulai terang. Tari ini menggambarkan seseorang yang mulai dewasa dan tahu arti kehidupan. Gerakan tarinya lincah dan riang. Kedoknya berwarna merah muda atau jingga sebagai lambing peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa. Iringan lagu rumyang atau kembang kapas atau buncis. Penarinya memakai pakaian berwarna merah muda atau jingga dan memakai kain lancar gelar. Tarian ini mempunyai makna menyucikan diri demi keselamatan kita.
Makna topeng rumyang
Maknanya kita senantiasa mengharumkan nama tuhan yaitu dengan doa dan dzikir.
Tumenggung atau Patih ( Menggambarkan manusia yang sudah menginjak dewasa dan telah menemukan jatidirinya )
Kedok Tumenggung atau Patih selalu dicat dengan warna coklat atau merah jambu. Wanda kedoknya menyiratkan seseorang yang gagah, pemberani, dan berwibawa sesuai dengan karakternya yang juga gagah. Matanya agak melotot, dan disebut bentuk mata kedelen; kumisnya tebal dan biasanya terbuat dari rambut yang dikepang, atau kulit yang pada bagian ujungnya dibulatkan. Sunggingan janggutnya disebut dengan memulu.
Khusus untuk topeng gaya Losari, kedok Tumenggung dan Patih dibedakan. Kedok Patih berwarna putih dengan matanya melotot, berjambang, dan berkumis. Sepanjang yang diketahui saat ini, hanya topeng Losari-lah yang membedakan antara kedok Patih dan Tumenggung. Demikian pula tariannya. Sedangkan di daerah lain, antara kedok Patih dan Tumenggung tidak dibedakan. Menurut Kandeg, untuk membedakan kedua kedok tersebut dapat diamati dari bentuk kumisnya. Kumis pada kedok Patih memakai rambut sedangkan kumis kedok Tumenggung memakai kulit dan bentuknya capang (runcing). Wanda kedoknya juga bermacam-macam dan terdiri atas wanda: tatag, prekecil, pelor, dan mimis. Sedangkan kedok Tumenggung mempunyai tiga wanda, yakni slasi, drodos, dan sanggan.
Makna topeng tumenggung
Memberikan kebaikan kapada sesama manusia, saling menghormati dan senantiasa mengembangkan silih Asah, Silih Asih dan Silih Asuh. Menggambarkan manusia yang mempunyai sifat setia dan siap membela negara,karakternya: gagah dan gerakannya angkuh dan tampak kaku di iringi lagu tumenggung & barlen-barlen, penari ini memakai kain selancar gelap, pakaian hitam, hiasan leher berupa kelambigula, dasi dan kacamata tari ini mengandung makna orang yg bijaksana & tidak banyak bicara.
Kelana atau Rahwana (Melambangkan sifat angkara murka yang terdapat dalam manusia)
Kedok Kelana umumnya dicat dengan warna merah tua. Melihat perangainya sudah dapat ditebak, bahwa kedok ini berkarakter gagah-kasar. Matanya belotot seperti orang terbelalak; berkumis tebal terbuat dari rambut yang dikepang dan bagian ujungnya dibulatkan. Hidungnya mancung, mulutnya menganga dan sedikit menyembul ke luar. Gigi bagian atas agak menjorok ke depan, sepintas terkesan seperti orang yang tengah tertawa terbahak-bahak. Di bagian dagunya tersungging hiasan janggut yang disebut rengget atau rerengu yang menyatu dengan jambang. Di atas ujung hidung atau di bagian dahi terdapat lekukan sebagai gambaran orang yang tengah mengernyitkan dahi yang disebut dengan renyon Sedangkan di bagian atasnya melintang hiasan yang disebut jamang.
Kedok topeng Klana mempunyai berbagai wanda, antara lain wringut, drodos dan barong. Kedok ini juga sering dipakai untuk berbagai tarian yang karakternya sejajar, antara lain untuk tari topeng Rowana, atau tari topeng Rahwana di daerah Priangan, dan tari topeng Koncaran. Dalam struktur pertunjukan topeng Cirebon, kedok tersebut ditarikan paling akhir.
Makna topeng kelana
Kembara atau Mencari. Bahwa dalam hidup ini kita wajib berikhtiar. Topeng kelana melambangkan sifat angkara murka yang terdapat dalam manusia. wajah Klana berwarna merah tua, berkumis tebal menyeramkan yang melambangkan karakter besar dan gagah. Gerakannya kasar, diiringi musik yang keras (lagu gonjing dan sarung ilang). Tarian ini menggambarkan orang yang serakah, angkara murka dan tidak dapat mengendalikan diri. Penari menggunakan kain lancar gelar dan pakaian berwarna merah.
Berikut ini contoh Kelima Topeng / kedok tersebut dan apabila dikaitkan dengan unsur Islam adalah sebagai berikut :
Topeng Panji
Akronim dari kata MAPAN ning kang SIJI, artinya tetap kepada yang satu atau Esa. Tiada Tuhan selain Allah Swt.
Topeng Samba
Berasal dari kata SAMBANG atau SABAN yang artinya setiap. Maknanya bahwa setiap waktu kita diwajibkan mengerjakan segala Perintah- NYA. Sedangkan Pamindo artinya Diduakalikan (Dipindoni), maknanya bahwa disamping mengerjakan perintah – NYA, kita juga perlu melaksanakan hal –hal yang sunnah
Topeng Rumyang
Berasal dari kata Arum / Harum dan Yang / Hyang (Tuhan).Maknanya bahwa kita senantiasa mengharumkan nama Tuhan yaitu dengan Do’a dan dzikir
Topeng Temenggung
Memberikan kebaikan kapada sesama manusia, saling menghormati dan senantiasa mengembangkan silih Asah, Silih Asih dan Silih Asuh
Topeng Kelana
Kelana artinya Kembara atau Mencari. Bahwa dalam hidup ini kita wajib berikhtiar
POKOK – POKOK TARI TOPENG
Pokok – pokok Tari Topeng Cirebon ada 9 (sembilan) gerakan yaitu:
Adeg-adeg
Pasangan
Capang
Banting Tangan
Jangkung Ilo
Godeg
Gendut
Kenyut
Nindak / Njanda
Kesembilan gerakan tersebut adalah disesuaikan dengan lubang yang terdapat pada tubuh manusia, yaitu sebagai berikut :
Dua lubang mata
Dua lubang telinga
Dua lubang hidung
Dua lubang pelepasan (depan dan belakang )
Satu lubang mulut
Arti dari kesembilan gerakan tersebut yaitu :
ADEG –ADEG (berdiri ) : Artinya kita harus berdiri dengan kokoh agar tidak tergoyahkan.
PASANGAN : Artinya kita senantiasa memberikan suri tauladan kepada orang lain dengan berbuat kebajikan dan kebaikan.
CAPANG : Artinya agar kita selalu ringan tangan memberikan pertolongan kepada yang membutuhkan.
BANTING TANGAN : Artinya kita harus senantiasa bekerja keras.
JANGKUNGILO : Artinya mengukur keinginan kita dengan kemampuan yang ada.
GODEG : Artinya geleng kepala. Maknanya apabila kita melihat saudara kita sesama manusia yang sedang di landa kesusahan kita senantiasa menggelengkan kepala dan kemudian menolongnya sesuai kemampuan.
GENDUT : Artinya dalam hidup ini kita jangan gemuk sendiri karena masih banyak saudara – saudara kita yang kekurangan dan hidup dibawah garis kemiskinan.
KENYUT : Artinya Kepincut. Maknanya kita harus kepincut kepada hal – hal yang sifatnya positif dan konstruktif.
NINDAK / NJANGKA : Artinya bertindak atau berbuat. Maknanya kita senantiasa harus berbuat kepada jalan yang diridhoi Allah SWT.
TOPENG / KEDOK TAMBAHAN
Seperti diungkapkan diatas, bahwa jumlah kedok seluruhnya ada 9 buah dan yang dijadikan kedok pokok hanya 5 buah. Adapun 4 kedok lainnya digunakan bila mementaskan cerita / lakon.
Berikut ini adalah arti dan makna 4 kedok tambahan, yaitu sebagai berikut :
PENTUL : Menggambarkan seorang Pawongan / punakawan yang selalu rendah hati, tidak sombong dan selalu setia kepada tuannya.
NYO / SEMBLEP : Menggambarkan seorang Emban atau Parkan atau juga seorang Inang Pengasuh.
JINGGANANOM : Menggambarkan seorang Abdi Negara dan Abdi masyarakat Yang senantiasa menempatkan kepentingan pribadi atau golongan.
AKI – AKI : Menggambarkan kehidupan manusia di masa tua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar