TARI TOPENG CIREBON

TARI TOPENG CIREBON

Sejarah Tari Topeng Cirebon

Tari topeng Cirebon adalah salah satu tarian tradisional yang berkembang di wilayah parahyangan (daerah Sunda di Jawa Barat yang luasnya mencakup wilayah Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Sumedang, Cimahi, Bandung, dan Cianjur). Menurut cerita rakyat yang berkembang Tari Topeng diciptakan oleh sultan Cirebon yang cukup terkenal, yaitu Sunan Gunung Jati. Ketika Sunan Gunung Jati berkuasa di Cirebon, terjadilah serangan oleh Pangeran Welang dari Karawang. Pangeran ini sangat sakti karena memiliki pedang yang diberi nama Curug Sewu. Melihat kesaktian sang pangeran tersebut, Sunan Gunung Jati tidak bisa menandinginya walaupun telah dibantu oleh Sunan Kalijaga dan Pangeran Cakrabuana. Akhirnya sultan Cirebon memutuskan untuk melawan kesaktian Pangeran Welang itu dengan cara diplomasi kesenian.
Berawal dari keputusan itulah kemudian terbentuk kelompok tari, dengan Nyi Mas Gandasari sebagai penarinya. Setelah kesenian itu terkenal, akhirnya Pangeran Welang jatuh cinta pada penari itu, dan menyerahkan pedang Curug Sewu itu sebagai pertanda cintanya. Bersamaan dengan penyerahan pedang itulah, akhirnya Pangeran Welang kehilangan kesaktiannya dan kemudian menyerah pada Sunan Gunung Jati. Pangeran itupun berjanji akan menjadi pengikut setia Sunan Gunung Jati yang ditandai dengan bergantinya nama Pangeran Welang menjadi Pangeran Graksan. Seiring dengan berjalannya waktu, tarian inipun kemudian lebih dikenal dengan nama Tari Topeng dan masih berkembang hingga sekarang. Selain sebagai media hiburan, tarian ini juga pernah dijadikan sebagai media komunikasi dakwah Islam di Cirebon pada zaman dulu
Filosofi Kesenian Topeng Cirebon

                  Seperti disebut dalam kesejarahan tari ini, awalnya Tari Topeng Cirebon lebih dikonsentrasikan di lingkungan keraton. Seiring perkembangannya, lama-kelamaan kesenian ini kembali, melepaskan diri dan dianggap sebagai rumpun tari yang berasal dari tarian rakyat.

                  Sementara itu, karena pada masa Islam tari ini lebih diupayakan untuk penyebaran agama, maka dikemaslah pertunjukan ini menjadi bermuatan filosofis dan berwatak atau wanda.
Pengemasan yang dimaksud adalah lebih menggambarkan ketakwaan dalam beragama serta tingkatan sifat manusia, diantaranya sebagai berikut :

  • Makrifat (Insan Kamil) : Tingkatan tertinggi manusia dalam beragama dan sudah sesuai dengan syariat agama.
  • Hakikat : Pengambaran manusia yang berilmu, sehingga telah faham mana yang menjadi hak seorang hamba dan mana yang hak sang Khalik.
  • Tarekat : Gambaran manusia yang telah hidup dengan menjalankan agama dalam perilaku kehidupannya sehari-hari.
  • Syariat : Sebagai gambaran manusia yang memulai untuk memasuki atau baru mengenal ajaran Islam.

Sebagai hasil budaya, Tari Topeng Cirebon mengusung nilai hiburan yang mengandung pesan-pesan terselubung. Unsur-unsur yang terkandung mempunyai arti simbolik yang bila diterjemahkan sangatlah menyentuh berbagai aspek kehidupan, sehingga juga memiliki nilai pendidikan.
Aspek kehidupan dalam hal ini sangatlah bervariasi, termasuk kepribadian, kepemimpinan, cinta, angkara murka, serta penggambaran hidup manusia sejak lahir hingga dewasa.

Penyajian Tari Topeng Cirebon
Pada awalnya, Kesenian Topeng Cirebon dipentaskan di lingkungan terbuka yang biasanya berbentuk setengah lingkaran, seperti di halaman rumah, di blandongan (tenda), atau di bale (panggung) dengan menggunakan obor sebagai penerangan.
Selanjutnya di zaman modern dan teknologi seperti sekarang ini, tari ini juga dipentaskan di dalam gedung dengan lampu listrik sebagai tata cahayanya. Mengenai struktur pagelaran akan selalu bergantung pada kemampuan rombongan, fasilitas, jenis penyajian serta lakon yang akan dibawakan.

Secara umum, struktur pertunjukan tari ini dibedakan menjadi dua kategori, sebagai berikut :


  • Topeng Alit

Struktur minimalis baik dari segi dalang, peralatan, kru dan penyajiannya. Kategori ini biasanya melibatkan lima hingga tujuh orang bersifat multiperan yang berarti babak topeng tidak hanya dibawakan oleh dalang, namun wiyaganya juga turut membantu.


  • Topeng Gede


Seperti namanya, kategori ini memiliki struktur yang lebih besar dan baku. Bisa dikatakan, struktur Topeng Gede adalah penyempurnaan dari Topeng Alit.
Dilengkapi dengan tetaluan (musik pengiring) yang lengkap, memuat lima babak sekaligus, serta dilengkapi dengan lakonan dan jantuk (nasihat) di akhir pagelaran.
Sementara itu, pagelaran kesenian tari ini juga memiliki tujuan yang berbeda-beda.

Secara garis besar, tujuan penyelenggaraan suatu Tari Topeng Cirebon telah dibagi menjadi tiga, diantaranya :


  • Pagelaran Komunal

Dilaksanakan untuk kepentingan bersama. Keadaan ini memungkinkan seluruh masyarakat turut berpartisipasi sehingga acara lebih meriah. Disertai dengan arak-arakan dalang, atraksi seni dan sebagainya dengan durasi acara lebih dari satu malam.

  • Pagelaran Individual
Pertunjukannya lebih difokuskan untuk memeriahkan hajatan perorangan, seperti pernikahan, khitanan dan lain sebagainya.



  • Pebarangan

Ini adalah pertunjukan tari keliling kampung yang inisiatifnya datang dari sang dalang topeng. Biasanya dalang topeng datang ke wilayah-wilayah desa yang sudah panen atau wilayah yang lebih ramai (kota).

Hal ini dilakukan karena desa sang dalang belum panen, mengalami kekeringan atau sedang sepi penduduknya. Selebihnya, pelaksanaan Tari Topeng Cirebon sangatlah beragam dan disesuaikan dengan gaya tarian dari masyarakat suatu desa atau daerah yang memiliki tarian topeng yang khas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar